SUARDUNIA.ID Passompe adalah istilah yang digunakan untuk menyebut para perantau dari Sulawesi Selatan. Mereka adalah para pelaut ulung yang berlayar ke berbagai daerah, di Asia Tenggara hingga ke Benua Afrika sejak abad pertama Masehi.
Mereka pewaris budaya maritim yang kaya dan kuat, dibuktikan dengan keberhasilan ekspedisi pelayaran Phinisi Nusantara di tahun 1986. Phinisi Nusantara merupakan pelayaran tradisional Bugis-Makassar yang dibangun dengan sistem konstruksi dan pemilihan bahan yang khusus. Sehingga mampu menempuh jarak sekitar 11.000 mil melintasi Samudra Pasifik.
Passompe atau perantau membawa serta nilai-nilai moral dan kearifan lokal mereka dalam berdagang, bermasyarakat, dan beragama di tempat-tempat yang mereka singgahi. Mereka juga memberikan pengaruh positif bagi perkembangan peradaban Nusantara di Afrika.
Kisah tangguh dan keberanian itu digelar bersamaan dengan suasana malam yang cerah, di Gedung Cak Durasim, Surabaya, Sabtu (11/6/2023).
Undangan dan pengunjung yang hadir terlihat antusias dengan raut sumringah, seakan haus tersalur dengan oase kesenian daerah asal. Tampak hadir di acara itu, para tokoh dan pemangku kebijakan di Jatim dan Surabaya.
Diantaranya Dewan Pembina KKSS Prov Jawa Timur, Prof. DR. Muis Tabrani sekaligus Guru Besar UIN Jember, Kepala BPSDM Prov Jatim yg juga menjabat Pj. Walikota Batu, Aries Agung Paewai, S.STP., M.M, Perwakilan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Timur, Pulung Chausar, Perwakilan Walikota Surabaya, Perwakilan Kapolrestabes Surabaya, Wakil Walikota Pasuruan Adi Wibowo, Ketua KADIN Kota Surabaya Muhammad Ali Affandi La Nyalla Mattalitti. Juga hadir tokoh Forum Pembaharuan Kebangsaan Kota Surabaya, perwakilan semua suku di Surabaya. Juga Ketua BPW KKSS Jatim Ir. Muslim Hamzah, Ketua BPD KKSS Kota Surabaya Muhammad Yusuf.
Serta, Ketua IKAMI Sulawesi Selatan Cabang Surabaya Andi Muhammad Amhar Asri. Ketua Panitia Pagelaran Passompe Tarisaskia, Ketua Panitia Pagelaran Passompe Mereka duduk, berjajar di antara pengunjung lainnya. Tepat pukul 19.00 WIB, pertunjukan digelar, yakni seni budaya bertajuk ‘Passompe’ dengan opening tari tradisional diiringi derasnya hentakan kendang dan alunan seruling yang mendayu merdu.
Notasi musik berpadu dengan gerakan terus mengalir seakan tak akan habis disantap oleh para Passompe yang hadir. Kemudian mereka kembali dimanjakan dengan fashion show yang menampilkan busana daerah. Puncaknya, digelar pementasan Passompe.
Usai pertunjukan, Sutradara Passompe Nurdin Longgari menuturkan, bahwa pagelaran Passompe merupakan sarana silaturahmi teman-teman Sulawesi Selatan yang ada di Surabaya, yang dihelat oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan.
“Kebetulan ini dihelat oleh adik-adik IKAMI untuk menuntaskan program kerja dari kepengurusan yang lama, ya kita dukung,” ujar Nurdin. Tema Passompe dipilih tak lain untuk mempersatukan, sebab menurutnya, semua yang hadir malam ini, baik pelaku di atas panggung dan penonton adalah perantau.
“Kan tidak mungkin bisa bertemu di sini kalau tidak merantau lebih dulu,” tuturnya.
Nurdin menyebut, Passompe berasal dari bahasa Bugis dan mempunyai keterkaitan sejarah panjang di Surabaya khususnya dalam ikut mengembangkan ekonomi.
“Banyak yang sukses, menjadi pejabat dan saudagar di perantauan. Ini bagian dari silaturahmi dikemas dalam bentuk seni budaya tiada lain untuk mempersatukan. Karena, tak ada perekat yang paling ampuh untuk menyatukan selain seni budaya,” katanya.
Dia menuturkan, Mandar sudah memisahkan diri menjadi Sulawesi Barat, meski hanya secara administrasi, secara kesukuan mereka tidak mau memisahkan diri dari Sulsel.
“Jadi saya berharap, meskipun di tanah rantau, adik-adik IKAMI ini bisa tetap bersatu dan memegang teguh adat yang dibawa dari kampung, misalnya tutur kata dan kejujuran, itu harus tetap dijaga di tanah rantau ini,” papar Nurdin.
Kemudian, Budayawan Meimura yang juga sebagai penata panggung atau artistik di gelaran itu menyebut, meski sejak awal semua aktor dan aktris di panggung itu tidak punya dasar sama dalam seni peran. Namun, bisa mencapai tujuan sebuah pertunjukan, modalnya semangat yang kuat.
“Meski tidak punya dasar namun bisa mencapai titik ini, itu hal yang luar biasa,” kata Meimura.
Menilai pertunjukan itu, Meimura menyebut mereka jadi semangat sebab didasari menyampaikan sesuatu, dan Passompe menjadi penyadar mereka sebagai perantau, ‘Jangan kembali sebelum berhasil.’
“Itu filosofi perantau dari Sulawesi Selatan atau Passompe, jadi jangan pulang sebelum berhasil,” ujarnya.
Lanjut dia, dalam pengertian yang lebih dalam Makassar dan Jawa tidak terpisahkan oleh apapun, bukan hanya semangatnya tapi juga ada jiwa yang sama.
“Itu kenapa Karaeng Galesong sampai tidak pulang dan meninggal di sini, karena kita sama-sama tidak suka penindasan, sama-sama ingin melakukan perlawanan dan Passompe bisa mewakili semangat itu,” katanya.
Pelaku seni kawakan itu pun berharap, ke depan bisa dilakukan pembenahan, di mana mereka bisa dikenalkan ke level yang berbeda, vokalnya, olah tubuhnya, bagaimana moving di panggung, semuanya diperbaiki.
“Karena seni peran adalah replika kehidupan, sehingga ketika masuk ke sana mereka harus punya disiplin,” kata dia.
Sementara, salah seorang aktris dari Toraja yang memainkan lakon Passompe, Reva Matipa mengaku, ini pertunjukan pertama bagi dirinya sebab sebelumnya tidak pernah melakoni seni apapun.
“Belum pernah, apa lagi seni peran, seumur hidup belum pernah ini yang pertama kali,” kata Reva.
Dia mengaku tak menyangka kalau akan tampil di gedung megah dan dihadiri para tokoh di Surabaya.
“Deg-degan sekali jadinya, apa lagi latihannya cuma sebulan,” tuturnya.
Reva mengaku bangga, sebagai perantau bisa mengukir sesuatu di Surabaya. Dan, jika kesempatan itu datang lagi dia ingin kembali ikut berpartisipasi.@